Satelitemx.net – Perjanjian Paris Agreement diadopsi 196 kontestan pada UN Climate Change Conference (COP 21) in Paris, Prancis, 12 December 2015. Kemudian diperkuat pada 4 November 2016.
Isinya adalah meningkatkan kekuatan respons global terhadap ancaman inovasi iklim dengan menjaga kenaikan suhu global abad ini di dalam bawah 2 derajat Celsius dibandingkan tingkat pra-industri serta membatasi kenaikan suhu 1,5 derajat Celsius.
Partisipasi Indonesia di perundingan iklim global dimulai pada 1992 di Forum Derajat Tinggi (KTT) Bumi di dalam Rio de Janeiro.
Pada September 2022, Indonesia memperbarui Kontribusi Nasional yang digunakan Ditentukan di Paris Agreement 2015, dengan berazam untuk menurunkan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) sebesar 32 persen (atau 43 persen, dengan bantuan internasional) pada 2030.
Dikutip dari kantor berita Antara, terkini, Climate Change Conference atau COP 28 usai diselenggarakan di dalam Dubai, Uni Arab Emirates.
“Setelah dua pekan negosiasi yang mana alot juga satu hari perpanjangan waktu, COP 28 pada Dubai rampung pada 13 Desember. Pertemuan ini menyelesaikan Inventarisasi Global yang pertama sejak Paris Agreement berlaku, meninjau kemajuan lalu kesenjangan masa lalu, serta memetakan arah implementasinya,” jelas Mao Ning, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok.
Menurut Mao Ning, keberhasilan COP 28 mencapai kesepakatan mencerminkan konsensus yang mana kuat dari semua pihak mengenai pentingnya mengatasi kesulitan inovasi iklim.
“COP 28 menegaskan kembali prinsip tanggung jawab dengan tetapi berbeda-beda,” lanjutnya.
Menurutnya, COP 28 telah dilakukan mengadopsi beberapa jumlah kebijakan terkait negara berprogres seperti langkah tentang Dana Kerugian dan juga Kerusakan, Kerangka Tujuan Global tentang Adaptasi, Proyek Kerja Transisi yang mana Adil serta lainnya.
“Meskipun demikian, belum ada kemajuan besar yang digunakan dicapai di memenuhi janji negara-negara forward untuk menjadi pemimpin pengurangan emisi, juga memberikan dukungan modal, teknologi, lalu peningkatan kapasitas untuk negara-negara berkembang,” tandas Mao Ning.
Masalah lain adalah tindakan unilateral yang dimaksud dapat menghambat kerja mirip internasional oleh sebab itu belum terselesaikan dengan baik.
“Membangun sistem tata kelola iklim global yang mana adil, logis, kooperatif, serta saling menguntungkan masih merupakan tugas berat,” tukasnya.
Tiongkok selanjutnya juga akan memberikan solusi untuk negosiasi mengenai isu-isu utama, melibatkan semua pihak untuk mencari titik temu sambil menyelesaikan perbedaan. Serta memberikan partisipasi penting untuk mencapai hasil yang mana positif.
Di masa mendatang, Tiongkok akan tetap memperlihatkan berjanji pada jalur modernisasi yang menyelaraskan antara manusia lalu alam, terus secara terlibat memajukan kerja sebanding internasional pada mengatasi pembaharuan iklim, lalu bekerja sebanding dengan semua pihak untuk menggerakkan penerapan Paris Agreement secara efektif.
Disebutkan pula oleh Mao Ning, bahwa negosiasi pada COP 28 melalui perdebatan sengit selama dua pekan di tempat Dubai akhirnya mencapai kesepakatan. Seruan yang tersebut dikumandangkan adalah “peralihan dari materi bakar fosil pada sistem energi, dengan cara yang mana adil, teratur, lalu berkeadilan untuk mencapai netral karbon pada 2050 sesuai keilmuan”.
Lebih dari 100 negara sudah pernah berjuang keras mencantumkan kata “menghentikan” pada kesepakatan iklim global tentang penyelenggaraan minyak, gas serta batu bara.
Namun, dia menghadapi penentangan kuat dari kelompok negara penghasil minyak OPEC yang dipimpin Arab Saudi, yang dimaksud berpendapat dunia dapat menurunkan emisi tanpa menghindari pengaplikasian substansi bakar secara spesifik.
Negara-negara OPEC yang mana memiliki hampir 80 persen cadangan minyak dunia dan juga memproduksi sekitar sepertiga minyak dalam lingkungan ekonomi global, sangat bergantung pada komoditas ini.
Di lain pihak, negara-negara kepulauan yang digunakan rentan terhadap pembaharuan iklim menjadi kelompok paling vokal yang mana menuntut dihentikannya pemanfaatan materi bakar fosil.
Mereka mendapat dukungan dari negara-negara produsen minyak kemudian gas seperti Amerika Serikat, Kanada, Norwegia, juga juga dari Uni Eropa juga beberapa negara lain.
“China menilai COP 28 penting. Selama COP 28, China berpartisipasi penuh di konsultasi mengenai semua topik serta berkoordinasi erat dengan Uni Emirat Arab (UEA) sebagai ketua COP 28, lalu pihak-pihak lain agar dapat secara tegas mengutamakan kepentingan sama-sama negara-negara berkembang,” demikian pernyataab Mao Ning terhadap media pada Beijing, China, Kamis (14/12/2023).
Sebagai negara yang mana menyandang reputasi sebagai lingkungan ekonomi otomotif terbesar dalam dunia, Tiongkok memproduksi banyak mobil dari brand nasional mau pun internasional yang dimaksud membuka pabrik dalam negerinya. Utamanya adalah di tempat Perkotaan Shanghai.
Selain mobil konvensional, juga diproduksi mobil tenaga listrik atau EV (Electric Vehicle).
Adanya hasil COP 28 tentu semakin memacu Tiongkok menjadi salah satu negara pelaksana peduli iklim secara lebih tinggi mendalam. Termasuk implementasi mobil listrik atau EV. Apalagi telah terjadi mengantongi prestasi sebagai pemilik lingkungan ekonomi terbesar di dalam dunia.
(Sumber: Suara.com)